Saturday, November 22, 2008

Kitab Petunjuk Tobat, Kembali ke Cahaya Allah

Sebagian orang seolah-olah alergi bila mendengar kata taubat (tobat), bahkan cenderung ingin menutup telinga atau lari darinya. Mengapa? Sepertinya mereka berpikir bahwa taubat hanyalah untuk orang-orang yang telah berbuat dosa besar seperti berzina, merampok, atau perbuatan keji lainnya. Sementara perbuatan-perbuatan dosa kecil dapat hilang dengan berwudhu saja misalnya atau malah beranggapan mereka telah berbuat baik sepanjang hayatnya. Bahkan cenderung sebagian orang ingin mempertahankan "status quo" yakni dengan tetap menjalani hidup, berjalan di atas tanah ini sebagaimana biasanya, nyaman, dan tetap berada pada track yang mereka yakini.

Kitab ini aslinya berjudul At-Taubat Ila Allah diterbitkan di Kairo pada tahun 2000 dan diterjemahkan oleh Mizania dan terbit sejak April 2008 lalu. Dalam tulisannya, Syekh Yusuf Qaradhawi selalu merujuk kepada dua sumber utama -yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi- serta pendapat para ulama salaf. Juga Syekh Qaradhawi merujuk pada kitab karya dua ulama besar, yakni karya Ibn Qayyim Al-Jauziyyah dan Imam Ghazali. Tak lupa penulis berusaha untuk tidak menggunakan hadist dhaif dalam pembahasannya.

Sadar ataupun tidak, sebagian diantara kita masih belum beranggapan bahwa Al-Quran memerintahkan kita untuk senantiasa bertaubat. Begitu pula Sunnah Rasulullah menganjurkan hal serupa. Sahl Ibn Abdullah berkata, "Siapa yang berpendapat bahwa tobat tidak wajib, maka ia adalah kafir...' (hal. 19). Bahkan Rasulullah saw. saja bertobat 100 kali dalam semalam (HR Muslim) padahal beliau manusia yang paling mulia dihadapan Allah Ta'ala.

Banyak kisah di Al-Quran menceritakan nabi-nabi Allah bertaubat karena kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan. Katakanlah taubat Nabi Adam as. setelah ia terserumus oleh rayuan syaitan dengan memakan buah terlarang. Kisah Dzun Nun (Nabi Yunus as.) yang terkenal dengan taubatnya "la ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minal dhalimin" (Tiada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim) yakni ketika ia berada di dalam perut ikan Paus dan kisah-kisah pertaubatan yang diabadikan di dalam kitab suci Al-Quran.

Pada jaman Rasulullah saw. pun dari riwayat hadist, diceritakan tobatnya seorang wanita yang telah berzina bahkan perumpamaan pertobatannya itu dapat mencukupi bila dibagikan kepada 70 orang penduduk Madinah (HR. Muslim).

Jadi sungguhlah aneh, bila kita sebagai umat muslim masih menganggap taubat sebagai sebuah kata asing dan bermakna negatif -yakni hanya untuk orang yang berbuat dosa besar- sehingga enggan untuk melihat diri sendiri dan enggan untuk selalu mengingat Allah dengan memohon ampunanNya. Sungguh kita mesti berupaya keras dekat dengan Allah sehingga kita dapat terhindar dari kesalahan -bermaksiat- kecil maupun besar. Adapun orang beriman akan selalu bertaubat bila ia telah melakukan suatu kesalahan -durhaka- kepada Allah Ta'ala.

Yang jelas, bertaubatlah selalu hingga sebelum ruh dicabut. Abdullah ibn Umar ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda "Sesungguhnya Allah akan menerima tobat seorang hamba, selama ruhnya belum tercabut" (HR Ibnu Majah dan Al-Tirmidzi). (*)

Saturday, November 15, 2008

FIQIH MAQASHID SYARIAH


Awalnya terus terang saya tidak tertarik untuk membaca buku ini karena judulnya "Maqashid Syariah" yang belum saya mengerti. Namun setelah membacanya, pencerahan pun saya dapatkan dari semula keraguan saya terhadap suatu syariat terutama melihat para pengikut "aliran tekstual" maupun "aliran liberal".

Walaupun saya sering mendengar beberapa buku, situs online yang sering menhujat atau bahkan menghukumi Syekh Qaradhawi, namun saya pikir karena mereka hanya mengikuti apa kata Ustad-nya saja dan belum membaca banyak buku-buku beliau ataupun fatwa-fatwa-nya yang dibuat berdasarkan sumber-sumber suci Al-Quran dan Sunnah.

Dalam buku ini dibahas sedikit masalah "isbal" misalnya yang seolah-olah hukumnya menjadi "wajib", begitu pula fatwa seorang syekh hadist yang terkenal dalam menfatwakan masalah tidak adanya zakat bagi harta perdagangan juga waktu zakat fitrah dan uang sebagai zakat fitrah. Soal kedudukan wanita dan sebagainya yang diputuskan berdasarkan kontektual hadist tanpa melihat sisi-sisi lain yang menunjangnya.

Begitu pula kaum liberal dalam sikapnya yang justru akan membunuh syariah itu sendiri. Berhujah tanpa ilmu - dikatakan oleh Syekh Qaradhawi bahwa sebagain mereka bahkan tidak hapal Quran dan tidak mengenal hadist-hadist shahih - atau mengambil pendapat syekh-syekh yang alim hanya sepotong-sepotong tanpa benar-benar mendalami pendapat-pendapat mereka. Lalu kiblatnya yang sudah bergeser dari Ka'bah ke Washington, London, Francis, maupun Moskow...

Buku ini merupakan pemikiran Syekh Qaradhawi yang menjelasakan tiga madrasah. Pertama, madrasah yang lebih bergantung kepada teks-teks partikular, memahaminya dengan pemahaman literal dan jauh dari maksud-maksud syariat yang ada di belakangnya.

Kedua adalah madrasah yang mengklaim bahwa mereka lebih bergantung kepada maksud-maksud syariat dan ruh agama dengan menganulir teks-teks partikular di dalam Al-Quran dan Sunnah. Mereka memandang bahwa agama adalah substansial bukan simbol, isi dan bukan bentuk.

Terakhir adalah madrasah moderat yang tidak melupkan teks-teks partikular dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, tetapi dalam satu waktu juga tidak memisahkannya dari maksud-maksud global. Bahkan, teks-teks partikular tersebut dipahami dalam bingkai maksud-maksud global.

Saya belum tamat membaca buku ini, namun ingin segera menginformasikan kepada anda bahwa buku ini layak dibaca untuk dipahami dan menambah wawasam keislaman.

Selamat Membaca.